- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

IBLIS DARI MANNYVILLE

0

Kabut turun menyelimuti jalanan Mannyville. Jam belum menunjukkan pukul sembilan malam, namun kota menampakkan kesunyiannya lebih awal. Jalan-jalan terlihat sepi, tak ada satu pun kendaraan berlalu-lalang di sekitarnya. Malam itu, hanya tampak seorang pria mabuk yang berjalan sendirian menyusuri pertokoan yang gelap. Jalannya tang tak lagi lurus, harus berusaha sekuat tenaga ketika berkali-kali hampir terjatuh dan terbentur dengan dinding ataupun tiang jalan. Sambil meracau tak jelas, pemabuk itu mulai berhenti. Matanya dibuka lebar-lebar dan mendengarkan dengan seksama. Ia menoleh ke samping, tepat di taman kota. Atau jauh dari kesan taman kota yang asri, karena taman itu sudah berbulan -bulan ditelantarkan, membuat rerumputan dan tanaman-tanaman tumbuh liar merambat di tiap patung-patung dan pepohonan. Di antara belasan lampu taman, hanya dua lampu saja yang masih menyala, itu pun sangat redup. Ditambah dengan kabut yang turun, menambah kesan gelap di dalamnya.
Pemabuk itu memasang telinganya baik-baik. Wajahnya berubah girang, pipinya memerah dan tersenyum liar. Seorang perempuan terdengar menangis lirih di balik kabut dan pepohonan taman. Pria itu berjalan bak kuda yang berpacu, meskipun tetap saja dia harus berusaha menjaga tubuhnya ketika terantuk batu-batu di balik rerumputan.
"jangan menangis...apa ada yang bisa aku bantu?" pemabuk itu menoleh di balik rumput dan pepohonan. Menyadari ada yang aneh, dia berhenti tepat dibalik patung air mancur yang sudah hancur. Matanya mendelik, mengamati sumber tangisan yang membuat mukanya merah berkali lipat. Suara itu berasal dari sebuah tape recorder, dan tergeletak begitu saja dibalik semak-semak.
"sialan! Ada yang mengerjaiku" pemabuk itu mendekati tape recorder dan bermaksud menendangnya, ketika tiba-tiba semak bergerak dengan cepat dan besi-besi tajam keluar dari dalam tanah, menghujam kaki kirinya. Belum sempat pemabuk itu berteriak, ketika sosok hitam langsung membungkam mulutnya dari belakang dan membuat tubuhnya terjatuh. Pemabuk itu mengerang, menyadari sebuah perangkap beruang telah meremukkan kakinya, dan kini ia meronta. Dilawannya sosok hitam itu, dan meskipun setengah sadar, ia tahu bahwa seorang berjubah dan  bertopeng kayu mencoba membunuhnya. Digenggamnya lengan sosok itu hingga sebagian terbuka, menyadari sebuah tato ular melingkar di pergelangan orang itu. Pemabuk itu terbelalak, dia mengenalinya. Namun belum sempat dia melawan lebih jauh, orang itu menggenggam lehernya dengan erat dan menimbulkan bunyi patah yang cukup nyaring. Pemabuk itu tewas.
**********
Pagi ini aku masih berjaga di sebuah toko sepatu. Ketika sebuah surat kabar mengabariku akan korban baru yang menghilang dari kota ini. Aku tidak peduli, karena berita itu sudah akrab ditelingaku. Setidaknya selama satu tahun ini dan semua orang menyebutnya kutukan Kabut Iblis Mannyville. Entah apa hubungannya dengan kabut, namun dari beberapa fakta menyebutkan korban baru muncul di saat malam berkabut menyelimuti Mannyville. Mungkin ada benarnya juga. Dan karena kabut itulah, keberadaan Mannyville ini seolah menjadi kutukan. Separuh dari warga kota sudah menghilang. Sebagian besar adalah orang-orang dewasa dan remaja, karena yang terjadi di sini kabut itu tidak sekalipun mengambil anak-anak. Sebagian besar fasilitas kota sudah kacau, dokter dan guru semakin berkurang, polisi yang hanya bisa dihitung dengan jari, tak ada pendatang yang berani menetap di kota ini, sementara orang-orang yang ingin sekali keluar dari kota, harus rela dikucilkan karena menganggap kota ini adalah kutukan dan orang-orangnya bisa menularkan kutukan itu kepada yang lain. Ya, aku menyadari kota ini begitu aneh ketika kabut tiba.
Seorang pelanggan setiaku datang. James. Dia seorang pria tua, kacamatanya direndahkan lebih dekat diatas hidungnya, menampakkan matanya yang menatapku dengan senyum manis yang mengembang di bibirnya. Aku membalas senyumnya, dan dia mendekatiku dengan membawa sebuah sepatu kulit berwarna coklat.
“ada korban baru, kau sudah tahu?”
James menyerahkan sepatu ke arahku
“ya, kurasa penduduk kota ini akan habis dalam waktu dekat” jawabku sambil memeriksa barcode harga sepatu
“7 dollar” aku menyerahkan sepatu ke James
James mengeluarkan uang dari dompetnya, “kurasa kematian tidak segan-segan memilih korbannya”
Aku tertegun.
“tidak seperti ayahmu yang mati terhormat”
“anda kenal ayahku?” aku kaget
“ya, aku mengenalnya. Dia teman seangkatanku saat masih di asrama” James tersenyum, kemudian dia meninggalkan tokoku.
Hari sudah larut ketika kusadari aku terbangun di meja kasir. Sial, pukul sepuluh malam, dan beruntung aku sudah mengunci tokoku empat jam yang lalu. Pulpen dan beberapa nota masih berserakan di sampingku, dan sepertinya aku tidak bisa menghitung keuntunganku hari ini. Aku memeriksa jalanan yang sepi. Sepi. Kata yang pertama terlintas di benakku. Kabut menyelimuti sebagian jalan dan atap-atap bangunan. Tidak, seharusnya kabut tidak turun malam ini.
Aku langsung bergerak, mengambil ransel besarku dan bergegas keluar dari toko. Aku bermaksud pulang ke rumah lebih cepat atau aku akan melewatkan sesuatu yang penting malam ini. Aku berjalan cepat setengah berlari, melewati trotoar yang sunyi. Aneh. Tidak, ini aneh. Aku mendengarnya. Tepat di sebuah lorong gelap, dibalik dua apartemen yang menjulang tinggi. Seekor anjing kecil terdengar melolong, meminta bantuan.
Aneh, tidak ada anjing yang pernah terlihat disini. Dan ini aneh. Lorong itu terlalu gelap, hening. Tapi rintihan anjing itu terdengar dengan jelas. Aku penasaran, kudekatkan tubuhku semakin dekat dengan lorong. Mau tak mau, aku memberanikan diri masuk kedalam lorong, semakin masuk dan sadar lorong itu sedikit berkabut. Jalan sempit yang kulewati tak kurang dari dua meter, hanya dihiasi pipa-pipa air kecil yang menempel di tiap dinding apartemen.
Aku berjalan semakin jauh, suara lolongan menyakitkan itu semakin jelas. Dan saat itulah aku menyadarinya. Sebuah tape recorder? Tidak mungkin, aku bergegas berbalik, ketika dengan cepat kurasakan sesuatu bergerak mendekati kepalaku dari belakang. Leherku terikat sebuah tali, yang oleh seseorang bertopeng tiba-tiba ditarik dari kejauhan dengan tumpu sebatang pipa besi di atasku. Aku mengerang, kaki-kakiku berusaha menggapai tanah. Namun usahaku sia-sia. Aku hampir kehabisan napas ketika orang itu tiba-tiba melepaskan talinya, dan membuatku jatuh di atas tanah.
*******
Aku terikat disebuah dapur yang temaram dengan lampu berwarna kuning. Bau busuk menyelimuti ruangan, anyir, dan sangat pengap. Mataku masih berkaca-kaca, mulutku tertutup rapat karena sumpalan kain yang erat masuk memenuhi rongga mulutku, ditambah dengan leherku yang masih terasa sakit karena tali kekang.
Di mana ini? Bagaimana bisa? Aku terus meronta, mencoba melepaskan ikatan di kaki dan tanganku.
“kau tidak bisa kabur dariku” pria bertopeng itu memasuki ruangan. Aku terbelalak, topeng kayu? Jubah hitam? Pisau? Ya, sebuah pisau ditangannya.
“kau adalah korban istimewaku, jadi biarkan aku memperkenalkan diri” pria bertopeng itu tertawa
Aku diam terpaku memandang pria didepanku. Keringat dingin mulai mengalir disekujur tubuhku ketika jariku sedikit demi sedikit mulai bisa melonggarkan ikatan di lenganku. Lepas! Lepas! Yap! Ikatan tanganku lepas.
“aku adalah Iblis Mannyville, atau orang biasa menyebutnya Kabut Iblis Mannyville” dia menendang dan mendorong tubuhku, pisau ditekan tepat di bawah daguku, “kau kira aku tidak tahu? Huh?”
Iblis itu mendorong tubuhku diatas tanah. Tubuhku di telungkupkan dengan pisau yang diacungkan di leherku, “melawan atau kurobek lehermu” Iblis itu mengancamku. Diambilnya tali yang tergeletak di lantai di bawahku, dan mulai mengikat lagi kedua lenganku. Sial!
“mencoba kabur lagi? Kau akan mati” Iblis itu mengikat terlalu erat lenganku, membuatku sedikit mengerang, “oow oww kau punya tato di pergelanganmu, hmmm... Tato ular. Kau tahu artinya ini, huh?” sambungnya
Aku mengerang.
“artinya kau akan mati dalam lilitanku malam ini” iblis itu tertawa
Aku menggeram dengan keras, mencoba meronta.
“oke, kubilang kau begitu istimewa, kenapa? Karena kaulah korban pertamaku. Hahaha, korban pertama? Ya, kulihat Iblis yang berkeliaran diluar sana, dia...” Iblis itu menaiki punggungku dan mendekatkan mulutnya ke telingaku, “dia benar-benar tidak becus menangani sebuah mayat” Iblis itu bangkit berdiri dan membiarkanku tidur tengkurap di atas lantai.
“aku melihatnya beberapa bulan lalu, ya itu pertama kali aku melihat sosok dari Kabut Iblis Mannyville. Aku melihatnya tepat di balik jendela kamarku, saat Iblis bertopeng itu memasang sebuah kotak yang kemudian kutahu itu sebuah perekam suara, dan memutar sebuah suara rintihan minta tolong seorang anak kecil dari dalamnya. Saat itu tepat ketika seorang remaja perempuan lewat gedung tua itu dan berusaha mencari asal suara, sampai dia tidak menyadari sebuah senar listrik menyambar tepat di lehernya dan itu membuatnya tewas seketika” iblis itu menekankan ceritanya, “Tapi bagian buruknya, dia tidak memanfaatkan hal itu dengan baik. Aku melihatnya, dan aku masih penasaran. Aku mengikuti iblis membawa mayat remaja malang itu, dan melihatnya dibakar hangus dan menimbunnya dalam sebuah gundukan tanah jauh didalam hutan. ” Iblis itu menunjuk luar dapur entah kemana. Nadanya sangat marah. Aku mendengarkan dengan seksama.
“aku masih penasaran, kutunggu lagi iblis itu. Aku mulai menggambar sketsanya, aku mulai mengidolakannya, selalu bertanya-tanya, siapa orang dibalik topeng itu? Ya, karena itulah aku terobsesi membuat topeng ini, jubah ini. Di saat itulah aku selalu berjaga tiap kabut datang. Dan tiap itu pula aku melihat ulah iblis itu, yang dengan lucunya orang-orang kota ini menganggap itu ulah iblis sungguhan” sambungnya tertawa keras, “tapi mau bagaimana? Apa yang bisa kuceritakan? Aku hanya orang terasing dikota ini. Dan sama denganmu, ya, aku tahu kau. Kau penjaga toko sepatu dua blok dari sini. Kau pasti sependapat denganku. Ayahmu mati karena orang-orang di sini. Aku masih ingat itu, tubuhnya yang dibakar ditengah kota, bersama ibu dan kakakmu ketika kau masih kecil. Hanya karena dituduh menyuap seorang pejabat?” Iblis itu tertawa keras, “tapi itu tidak separah keluargaku kawan, aku yang terlahir dari keluarga miskin, memilih memakan semua keluargaku, karena apa? Karena ketamakan semua orang di kota ini” Iblis itu menindihku lagi.
“dan kau tahu apa artinya itu? Aku tidak akan membiarkan korbanku sia-sia. Kebetulan lemariku sudah mulai kosong” terdengar hisapan air liur menetes dibalik topengnya. Aku mengerang. Oh Tuhan, orang ini benar-benar gila. Kugerakkan tubuhku dengan keras dan saat itu pula iblis itu semakin menindihku dengan semakin keras pula. Aku berteriak dibalik mulutku yang tersumpal, saat iblis itu mulai berbicara sendiri di dekat kepalaku.
“terima kasih buat Iblis Mannyville dimanapun berada, maafkan aku mengambil korbanmu di malam kabut hari ini. Aku masih mengidolakanmu” Aku makin meronta, yang kudengar selanjutnya hanyalah tawa dan tawa, hingga tiba-tiba kurasakan sesuatu menembus tenggorokan dan membuatku mengejang seketika. Iblis itu menusukkan pisaunya tepat di leherku.
-END-

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: